Wednesday, November 19, 2014

BAPAK BAGINDA MUCHTAR@ BBM: Syariat - Tarikat - Hakikat - dan Makrifat harus sejalan- page 153



Bermula ada syariat (yang menjalankan); kedua tarekat (yang berjalan); ketiga hakikat (yang diinginkan); keempat makrifat (tujuan terakhir). Hakikat tidak akan diperdapat kalau tidak ada makrifat. Yang dihakikatkan itu terbitnya dari makrifat. Makrifat tidak boleh diganggu-gugat. Tarekat tidak akan ada kalau tidak ada syariat. 


Maka adalah Syariat -  Tarekat - Hakikat - dan Makrifat harus sejalan. 


Makrifat yang paling tinggi, lagi dalam dan Suci ialah Makrifatullah, bermakrifat pada Tuhan. 


Bukankah dari Tuhan terbitnya, timbulnya dan mendatangnya segala sesuatunya? Dan bukankah Tuhan pula yang menentukan segala sesuatunya? 


Orang-orang yang mendapat dan mempergunakan aliranku memandang dan menganggap aku sebagai bapak kerana mereka itu menerima pancaran dariku. Bisakah cara atau sistem berbapak ini lama-lama dipertahankan? Bagaimana kalau mereka pindah tempat atau kalau saya yang dianggapnya bapak itu sudah tak ada lagi atau pindah ke tempat lain? Dengan tidak adanya saya lagi atau berpindah tempat, tentu mereka itu tak dapat tambahan atau sambungan langsung lagi pancaran dari saya, bukan? Mereka mereka akan bergerak dan hanya dapat mempergunakan apa yang telah kuberikan sahaja, sedangkan mereka mereka itu tak dapat dan belum dapat memahami betul akan ilmu pengetahuanku. 


Sebelum yang tak diinginkan itu kejadian atau terjadi (saya berpindah tempat), sebaiknya mereka itu dididik dan dilatih untuk berdiri sendiri, supaya dapat berjalan sendiri dan pandai berlaku sendiri. Kalau sampai kejadian, iaitu yang mendidik berhadapan dengan yang dididik, maka akan berubahlah anggapan dan pandangan, kerana kalau tadinya sewaktu menerima aliran (pancaran) yang berhadapan bapak dengan anak, maka di waktu Yang mendidik berhadapan dengan yang dididik, akan berhadapan guru dengan murid. 


Bapak yang berilmu memberikan buah dari pengetahuannya  kepada si anak dan buah yang diterima si anak menjadi kepandaian padanya. 


Guru (pendidik) memberikan ilmu pengetahuannya pada muridnya (yang dididik), dan kecerdasan si murid yang akan menentukan lulus tidaknya dia di dalam pendidikan atau dapat tidaknya dia menerima pemberian dari gurunya. 


Guru mendidiknya dengan ilmunya untuk bisa berdiri sendiri atau menjadikan si murid menjadi seorang yang berilmu, jadi, bukan menjadi seorang pandai sahaja. Si anak yang tadinya mendapat pelajaran dari bapak untuk dapat berdiri sendiri, harus dididik sampai menjadi seorang yang berilmu.


.

No comments:

Post a Comment